Sejak adanya bencana alam seperti tsunami dan gempa membuat banyak bangunan yang rusak (ambruk), tidak terkecuali bangunan kontruksi beton. Tidak hanya di negara kita, bahkan fenomena ini juga melanda bangunan modern di negara yang terkenal canggih teknologinya seperti Amerika dan Jepang, ternyata tidak mampu melawan kekuatan alam. Demikianlah Allah swt menegur hambaNya. Bangunan-bangunan modern yang terbuat dari bahan beton yang sudah didesain dengan kuat, tetap tidak bisa melawan kekuatan Allah swt, karena beton adalah buatan manusia, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah swt.
Tapi perlu diketahui, ternyata sebagian besar rumah-rumah tradisional yang sederhana berbahan kayu justru masih tetap berdiri kokoh. Menurut aku, Allah swt. memang menciptakan alam yang luar biasa untuk dikelola oleh manusia. Tetapi sifat dasar manusia sangat serakah, sehingga semua material alam yang seharusnya untuk “melawan” alam, malah dirusak untuk (katanya) kesejahteraan manusia sendiri.
Di Jepang, umumnya bahan dan dasar desain rumah mereka terbuat dari kayu dan kertas, dengan desain pintu yang digeser ke samping, merupakan ‘teknologi’ sebuah rumah tahan gempa dengan izin Allah swt. Dan konsep sambungan-sambungan kayu, merupakan konsep kuno tetapi justru tetap harus dipelajari bagi ahli-ahli struktur jaman sekarang ini.
Sementara di negara kita, rumah tahan gempa tergolong konsep yang memiliki fleksibilitas tinggi, mudah membangunnya dan cukup kokoh disebut konsep ‘revolusioner’, yaitu konsep knock-down atau bongkar-pasang yang sederahana, tetapi cukup praktis. Rumah tahan gempa ini tidak didirikan di atas pondasi, tetapi dengan menggunakan ‘umpak’ di setap kolom rumahnya. ‘Umpak’ adalah pondasi yang memakai batu kali atau batu bata, atau coran beton yang diisi dengan batu (split), sehingga jika terjadi gempa, relatif lebih fleksibel. Hal ini karena jika memakai material rumah-rumah konvensional, pondasi dan beton diperkirakan akan mengalami keretakkan. Jika rumah tersebut di atas tanah yang kurang baik, sebenarnya tetap bisa memakai umpak, namun tetap harus perbaikan tanah dahulu. Nah, Jika memang harus memakai tiang pancang, misalnya di tanah yang bekas rawa, harus membuat ‘test beton vertical dan horisontal’ dulu agar tahu bagaimana kekuatannya terhadap beban dan gempa.
Tetapi, memang karena negara Indonesia termasuk negara gempa karena letaknya di ‘pertemuan sabuk pegunungan Timur dan Barat’ maka banyak sekali gunung berapi di negara kita, sehingga konsep desain rumah tahan gempa disarankan memakai material lokal, budaya masyarakat serta faktor biaya dan pertimbangan kemudahan pelaksanaannya.
Dindingnya juga merupakan perpaduan antara kayu, batu bata, dan bambu (gedek) bagi masyarakat Jawa. Setiap bukaan, seperti pintu dan jendela harus dipasang balok yang menyatukan kusen kayu bagian atas. Ukuran balok atau kayu standard saja; memakai uk. 2 x 5/10 (kayu kaso), dimaksudkan masyarakat bisa memakainya karena strandar.
Sedang untuk atapnya kita harus membuat kuda-kuda sebagai satu kesatuan antara kolom dengan rangka kuda-kudanya. Misalnya; 1 batang diagonal kuda-kuda dipanjangkan sampai ke kolom, langsung sebagai tiang yang berdiri di umpak. Konstruksi atapnya tetap menggunakan kayu (kaso 5/10cm dan reng ¾cm) dan atapnya menggunakan seng atau material yang lebih baik, yaitu Decrabond (seperti seng gelombang dengan ukuran yang sama, tetapi berbahan yang tidak berisik jika hujan serta berwarna seperti genteng, terracotta atau warna-warna yang lebih modern). Lalu seperti biasa, hubungan antara posisi kuda-kuda yang satu dengan yang lain menggunakan batang pengaku bersilang, seperti segitiga. Eit…jangan lupa, hubungan antara kayu di manapun, jangan ada di tengah-tengah sambungan, melainkan ¼ atau ¾ nya dari titik pertama.
Oleh: Christie Damayanti Ditulis ulang oleh: Denny Farhan
Sejak adanya bencana alam seperti tsunami dan gempa membuat banyak bangunan yang rusak (ambruk), tidak terkecuali bangunan kontruksi beton. Tidak hanya di negara kita, bahkan fenomena ini juga melanda bangunan modern di negara yang terkenal canggih teknologinya seperti Amerika dan Jepang, ternyata tidak mampu melawan kekuatan alam. Demikianlah Allah swt menegur hambaNya. Bangunan-bangunan modern yang terbuat dari bahan beton yang sudah didesain dengan kuat, tetap tidak bisa melawan kekuatan Allah swt, karena beton adalah buatan manusia, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah swt.
Tapi perlu diketahui, ternyata sebagian besar rumah-rumah tradisional yang sederhana berbahan kayu justru masih tetap berdiri kokoh. Menurut aku, Allah swt. memang menciptakan alam yang luar biasa untuk dikelola oleh manusia. Tetapi sifat dasar manusia sangat serakah, sehingga semua material alam yang seharusnya untuk “melawan” alam, malah dirusak untuk (katanya) kesejahteraan manusia sendiri.
Di Jepang, umumnya bahan dan dasar desain rumah mereka terbuat dari kayu dan kertas, dengan desain pintu yang digeser ke samping, merupakan ‘teknologi’ sebuah rumah tahan gempa dengan izin Allah swt. Dan konsep sambungan-sambungan kayu, merupakan konsep kuno tetapi justru tetap harus dipelajari bagi ahli-ahli struktur jaman sekarang ini.
Sementara di negara kita, rumah tahan gempa tergolong konsep yang memiliki fleksibilitas tinggi, mudah membangunnya dan cukup kokoh disebut konsep ‘revolusioner’, yaitu konsep knock-down atau bongkar-pasang yang sederahana, tetapi cukup praktis. Rumah tahan gempa ini tidak didirikan di atas pondasi, tetapi dengan menggunakan ‘umpak’ di setap kolom rumahnya. ‘Umpak’ adalah pondasi yang memakai batu kali atau batu bata, atau coran beton yang diisi dengan batu (split), sehingga jika terjadi gempa, relatif lebih fleksibel. Hal ini karena jika memakai material rumah-rumah konvensional, pondasi dan beton diperkirakan akan mengalami keretakkan. Jika rumah tersebut di atas tanah yang kurang baik, sebenarnya tetap bisa memakai umpak, namun tetap harus perbaikan tanah dahulu. Nah, Jika memang harus memakai tiang pancang, misalnya di tanah yang bekas rawa, harus membuat ‘test beton vertical dan horisontal’ dulu agar tahu bagaimana kekuatannya terhadap beban dan gempa.
Tetapi, memang karena negara Indonesia termasuk negara gempa karena letaknya di ‘pertemuan sabuk pegunungan Timur dan Barat’ maka banyak sekali gunung berapi di negara kita, sehingga konsep desain rumah tahan gempa disarankan memakai material lokal, budaya masyarakat serta faktor biaya dan pertimbangan kemudahan pelaksanaannya.
Dindingnya juga merupakan perpaduan antara kayu, batu bata, dan bambu (gedek) bagi masyarakat Jawa. Setiap bukaan, seperti pintu dan jendela harus dipasang balok yang menyatukan kusen kayu bagian atas. Ukuran balok atau kayu standard saja; memakai uk. 2 x 5/10 (kayu kaso), dimaksudkan masyarakat bisa memakainya karena strandar.
Sedang untuk atapnya kita harus membuat kuda-kuda sebagai satu kesatuan antara kolom dengan rangka kuda-kudanya. Misalnya; 1 batang diagonal kuda-kuda dipanjangkan sampai ke kolom, langsung sebagai tiang yang berdiri di umpak. Konstruksi atapnya tetap menggunakan kayu (kaso 5/10cm dan reng ¾cm) dan atapnya menggunakan seng atau material yang lebih baik, yaitu Decrabond (seperti seng gelombang dengan ukuran yang sama, tetapi berbahan yang tidak berisik jika hujan serta berwarna seperti genteng, terracotta atau warna-warna yang lebih modern). Lalu seperti biasa, hubungan antara posisi kuda-kuda yang satu dengan yang lain menggunakan batang pengaku bersilang, seperti segitiga. Eit…jangan lupa, hubungan antara kayu di manapun, jangan ada di tengah-tengah sambungan, melainkan ¼ atau ¾ nya dari titik pertama.
Oleh: Christie Damayanti
Ditulis ulang oleh: Denny Farhan
Membutuhkan Jasa Desain Rumah? Klik http://www.samitra.co.id/
To Top